This is default featured post 1 title

Assalamu'alaikum wr.wb,, pemilik blog berharap, blog ini dapat bermanfaat bagi ikhwan dan akhwat yang membaca artikel ISLAMI QOLBU

This is default featured post 2 title

Assalamu'alaikum wr.wb,, pemilik blog berharap, blog ini dapat bermanfaat bagi ikhwan dan akhwat yang membaca artikel ISLAMI QOLBU

This is default featured post 3 title

Assalamu'alaikum wr.wb,, pemilik blog berharap, blog ini dapat bermanfaat bagi ikhwan dan akhwat yang membaca artikel ISLAMI QOLBU

This is default featured post 4 title

Assalamu'alaikum wr.wb,, pemilik blog berharap, blog ini dapat bermanfaat bagi ikhwan dan akhwat yang membaca artikel ISLAMI QOLBU

This is default featured post 5 title

Assalamu'alaikum wr.wb,, pemilik blog berharap, blog ini dapat bermanfaat bagi ikhwan dan akhwat yang membaca artikel ISLAMI QOLBU

This is default featured post 5 title

Assalamu'alaikum wr.wb,, pemilik blog berharap, blog ini dapat bermanfaat bagi ikhwan dan akhwat yang membaca artikel ISLAMI QOLBU

This is default featured post 5 title

Assalamu'alaikum wr.wb,, pemilik blog berharap, blog ini dapat bermanfaat bagi ikhwan dan akhwat yang membaca artikel ISLAMI QOLBU

This is default featured post 5 title

Assalamu'alaikum wr.wb,, pemilik blog berharap, blog ini dapat bermanfaat bagi ikhwan dan akhwat yang membaca artikel ISLAMI QOLBU

This is default featured post 5 title

Assalamu'alaikum wr.wb,, pemilik blog berharap, blog ini dapat bermanfaat bagi ikhwan dan akhwat yang membaca artikel ISLAMI QOLBU

This is default featured post 5 title

Assalamu'alaikum wr.wb,, pemilik blog berharap, blog ini dapat bermanfaat bagi ikhwan dan akhwat yang membaca artikel ISLAMI QOLBU

Koleksi Ayam Bangkok

Cari artikel disini.

please wait for search box

Jumat, 03 Februari 2012

Peristiwa Besar 2012(15 Ramadhan)


Berikutan peristiwa besar 2012 suatu perbincangan diantara ulamak luar telah memutuskanperkiraan mengikut tanda-tanda dan rentetan peristiwa yang telah berlaku di atas muka bumiberkemungkinan besar adalah benar. Pada minggu lepas (26/07-03/08/2009) sahabat ana telahpergi ke KL atas urusan keluarga. Kebetulan sempat berbincang panjang pasal peristiwa besar 2012dengan seorang Syeikh Maulana (guru) yang banyak menyumbangkan tenaga di dalam menjayakanPERKIM. Beliau suka berbincang dan bertukar pendapat bersama ulamak di wilayah Negara Arab danNegara timur tengah. Baru-
baru ini beliau telah pergi ke Iran,Kaherah…… Beliau mengatakan
sejumlah 400 rakyat Iran yang pergi ke Mekah dijangkiti virus selesema babi. Kita ketahui bahawaMekah dan Madinah adalah kawasan selamat tetapi jangan lupa kekuasaan Allah s.w.t. Di Kaherah,kerajaan telah membuat operasi besar-besaran menghapuskan haiwan babi. Begitu juga di Iran.Persoalannya kenapa Malaysia tidak melakukannya?Berdasarkan hadis dan kajian ulamak tahun 2012 berkemungkinan besar berlaku bencana alam yangmegakibatkan banyak penduduk dunia kehilangan nyawa dan harta benda.Wabak penyakit banyakmenular. Generasi manusia akan susut. Beliau menambah lagi kenyataan bahawa peristiwa 2012 ituadalah jangkaan tetapi tidak mustahil berlaku lebih awal. Nasihatnya supaya hidupkan zikir dalamdiri masing-masing bermula sekarang. Kini beliau sedang perhebatkan dakwah berikutan hal ini dikawasan Kuala Lumpur. Sama ada percaya atau tidak terpulang pada diri masing-masing.
Hadis
1 Ramadan pada tahun 2012 jatuh pada 20 july hari jumaat,jadi 3 august 2012 bersamaan 15ramadan jatuh juga hari jumaat.Sama dengan hadis nabi pasai huru hara besar yang akan jadi padatengah malam pertengahan bulan ramadan iaitu hari jumaat 15 ramadandekat bumi ni yang akan mengejutkan semua orang yang sedang tidur, pasai satu suara yang amatdahsyat akan kita dengar dekat langit,bukan kiamat tapi huru hara tersebut akan melenyapkan umatmanusia di atas muka bumi ini sebanyak 2/3,yang tinggal cuma 1/3 shj.(yang NASA Amerika beritahupada 21-12-2012 planet X akan lintas ke bumi )Adakah kita semua ni tergolong dalam 1/3tu.......ALLAH sahaja maha mengetahui.. ......... .. cuba kita lihat hadis nabi kat bawah ni dankenyataan pasal huru hara 2012.Nu'aim bin Hammad meriwayatkan dengan sanadnya bahwa Rasulullah saw. bersabda:Bila telah muncul suara di bulan Ramadhan, maka akan terjadi huru-hara di bulan Syawwal...".Kami bertanya: "Suara apakah, ya Rasulullah?"Beliau menjawab: "Suara keras di pertengahan bulan Ramadhan, pada malam Jum'at, akan munculsuara keras yang membangunkan orang tidur, menjadikan orang yang berdiri jatuh terduduk, paragadis keluar dari pingitannya, pada malam Jum'at di tahun terjadinya banyak gempa. Jika kamu telahmelaksanakan solat Subuh pada hari Jum'at, masuklah kamu ke dalam rumah kamu, tutuplah pintu-pintunya, sumbatlah lubang-lubangnya, dan selimutilah diri kamu, sumbatlah telinga kamu. Jikakalian merasakan adanya suara menggelegar, maka bersujudlah kalian kepada Allah dan ucapkanlah:"Mahasuci Al-Quddus, Mahasuci Al-Quddus, Rabb kami Al-Quddus!", kerana barangsiapa melakukanhal itu akan selamat, tetapi barangsiapa yang tidak melakukan hal itu akan binasa".

Jumat, 18 November 2011

Cara Menghapus Dosa Zina

 Cara Menghapus Dosa ZINA.. . .

Ada Pertanyaan:
Bagaimana caranya menghapus dosa-dosa seperti zina tangan, mata, kaki dan pendengaran? (085269438XXX)

Jawaban:
Dosa-dosa yang dilakukan oleh seorang hamba betapaun besar dan banyaknya dapat dihapuskan oleh Allah Ta'ala jika orang tersebut bertaubat dengan tulus kepada Allah Ta'ala.

Hal tersebut sebagaimana difirmankan Allah Ta'ala dalam AL Qur'an:

وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ

"Dan beristighfarlah kalian kepada Rabb kalian kemudain bertaubatlah kalian kepada-Nya, sesungguhnya Rabb-ku Maha Mengasihi Lagi Maha Menyayangi." (Surat Hud : 90)


Adapun dalil dari hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam yang menyebutkan bahwa Allah Ta'ala akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya seberapun banyaknya adalah seperti dalam hadits qudsi yang disebutkan berikut ini :

يَا ابْنَ آدَمَ ! إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَ رَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنْكَ وَ لَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ ! لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَ لاَ أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ ! لَوْ أَنَّكَ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً  .
"Wahai Anak Adam, sesungguhnya selama engkau berdoa (memohon) dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni dosa-dosamu dan Aku tidak perduli (seberapa banyak dosamu). Wahai Anak Adam, seandainya dosa-dosamu banyak hingga mencapai langit yang tinggi kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni dosa-dosamu dan Aku tidak perduli (seberapa banyak dosamu). Wahai Anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi ini kemudian engkau menemui-Ku dalam keadaan tidak mensekutukan Aku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku akan mendatangimu dengan membawa ampunan sepenuh bumi ini." (HR Imam Suyuthi dalam Jami As-Shaghir, dan dihasankan oleh Syeikh Albani dalam Shahihul Jami' No 4338)
Juga disebutkan dalam ayat lain:



وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung." (Surat An Nuur : 31)

Dan pertanda bahwa seseorang itu benar-benar bertaubat adalah dengan menyesali perbuatan dosanya, menghentikan dosa tersebut dan bertekad tidak akan mengulanginya dimasa yang akan datang. (Lihat kitab Uridu an Atuuba, syeikh Sholih Al Munajjid, edisi Indonesia Taubat, Jalan Pintas Menebus Dosa hal : 12).

Jadi kalau kita ingin bertaubat kepada Allah dari zina mata, tangan, kaki dan pendengaran adalah dengan menghentikan tindakan kemaksiatan yang dilakukan oleh organ-organ tubuh kita tersebut, kemudian beristighfar, memohon ampun kepada Allah atas semua kekhilafan kita selama ini. Lalu banyak-banyaklah beramal shalih dan menggunakan organ-organ tubuh tersebut untuk kebaikan dan hal-hal yang dicintai dan diridhai Allah Ta'ala. Dengan demikian mudah-mudahan dosa-dosa kita akan diampuni oleh Allah Ta'ala sebagaimana dijanjikan dalam al Qur'an dan hadits qudsi di atas. Wallahu A'lam Bis Showab.

Kamis, 15 September 2011


Perihal hubungan seksual (bercinta), Rasulullah SAW memberi petunjuk yang sangat sempurna, beralas etika dan estetika Rabbaniyah (ketuhanan). Bercinta tidak saja untuk menyehatkan jiwa, namun juga memberi kepuasan serta kenikmatan jiwa. Pitutur Rasulullah SAW tentang bercinta (senggama) adalah nasehat paripurna, utamanya demi menjaga kesehatan tubuh, mental, dan spiritual, berikut mewujudkan tujuan bersenggama itu sendiri.Diantara tujuan hubungan seksual menurut ajaran Islam ialah:

1. Melahirkan dan menjaga kelangsungan keturunan. Dengan kelahiran putra-putri buah senggama, nantinya diharapkan akan lahir generasi penerus bagi keluarga dan kommunitas serta kesinambungan suatu bangsa;
2. Mengeluarkan air (sperma) berdampak positif bagi tubuh. Sebab apabila iar sperma dibiarkan mengendap di dalm tubuh tanpa disalurkan ke ladang tempat bercocok tanam (fitrah penyaluran), akan berdampak buruk bagi tubuh maupun mental seseorang;
3. Media untuk menyalurkan hajat, guna merengkuh kenikmatan surga duniawi. Bedanya, bersenggama di dunia bisa melahirkan anak, sedang di surga keabadian tidak akan membuahkan anak, semua itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan baik, sesuai dengan etika dan estetika, serta aturan luhur yang selaras dengan nilai-niilai ajaran Islam.

Etika Sebelum Bercinta
Ajaran Islam mengajarkan etika senggama, yang harus dipahami setiap Muslim. Ada banyak ayat al-Quaran dan Sunnah Nabi yang menuturkan masalah etika bercinta ini. Karenanya, sebelum bercinta, setiap Muslim harus memperhatikan etika (adab) dan prasyarat bersenggama sebagai berikut:

Pertama, Tidak Menolak Ajakan Bercinta. Secara tabiat maupun fitrah, para lelaki lebih agresif, tidak memiliki energi kesabaran, serta kurang bisa menahan diri dalam urusan making love ini. Sebaliknya, para wanita cenderung bersikap pasif, pemalu, dan kuat menahan diri. Oleh sebab itu, diharuskan bagi wanita menerima dan mematuhi ajakan suami untuk bercinta. Dalam sebuah hadis dituturkan, Rasulullah SAW bersabda: Jika seorang istri dipanggil oleh suaminya karena hajat biologisnya, maka hendaknya segera datang, meski dirinya sedang sibuk (HR Turmudzi). Ajaran Islam tidak membenarkan perilaku para istri yang menolak ajakan suami mereka untuk bercinta. Dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda: Allah melaknat wanita yang menunda-nunda, yaitu seorang istri ketika diajak suaminya ke tempat tidur, tetapi ia berkata, ‘nanti dulu’, sehingga suaminya tidur sendirian (HR Khatib). Dalam hadis lain dituturkan: Jika suami mengajak tidur istrinya, lalu sang istri menolak, yang menyebabkan sang suami marah kepadanya, maka malaikat akan melaknat istri tersebut sampai pagi tiba (HR Bukhari dan Muslim).

Ke-2,
Bersih dan Suci. Haid adalah penyakit bulanan yang tidak suci, wanita yang sedang haid berarti tidak suci. Karenanya, para suami yang istri mereka sedang mengalami datang bulan dilarang mensetubuhinya selama waktu haid. Manakala darah haid sudah berhenti, maka wajib bagi wanita membersihkan tubuhnya dengan air. Kemudian mengambil ‘secuil’ kapas atau kain, lalu melumurinya dengan kasturi atau bahan pewangi lainnya yang beraroma semerbak menawan, kemudian membilas bagian tubuh yang terlumuri darah saat haid, sehingga tidak ada lagi bau tak sedap pada tubuh sang wanita. Dalam sebuah riwayat dari Aisyah Ra dituturkan, suatu hari, ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang cara bersuci (membersihkan diri) sehabis datang bulan. Rasulullah SAW bertutur kepada wanita tersebut: Ambillah bahan pewangi dari kasturi. Bersihkan dirimu dengannya. Wanita itu bertanya: Bagaimana caraku membersihkan tubuh? Rasulullah SAW menjawab: Bersihkan tubuhmu dari noda haid. Wanita itu bertanya lagi: Bagaimana caranya? Rasulullah SAW menjawab: Subhanallah, bersihkan dirimu! Aisyah Ra melanjutkan penuturannya: Aku lantas membisiki wanita itu, ‘Bilas tubuhmu yang terlumuri darah haidmu dengan pewangi kasturi’ (HR Bukhari).

Allah Azza wa Jalla juga menyatakan di dalam firman-Nya, bahwa syarat untuk melakukan hubungan badan ialah harus dalam kondisi suci. Kesucian tubuh dari ‘penyakit’ haid adalah demi mewujudkan seks sehat, sebagaimana firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah. Haid itu adalah kotoran (penyakit). Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS. al-Baqarah/2: 222).


Rasulullah SAW juga mengingatkan kepada para suami, agar tidak menyetubuhi istri mereka dalam keadaan nifas dan haid. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang bersenggama dengan wanita yang sedang haid, atau menyetubuhi wanita dari dubur (lubang anus)-nya, atau mendatangi paranormal (ahli tenung), dan mempercayai ramalannya, Maka sejatinya ia telah kufur (ingkar) dengan apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW (HR Abu Daud). Dalam riwayat lain dituturkan, Rasulullah SAW bersabda: Datangilah istrimu dari arah depan atau dari arah belakang, tetapi awas (jangan menyetubuhi) pada dubur dan (jangan pula) dalam keadaan haid (HR Akhmad dan Tirmidzi). Lain daripada itu, selain harus suci – tidak haid dan nifas – pasangan Muslim harus bersih-bersih diri sebelum bercinta, agar tubuh mereka bersih dan percintaan yang dilakukan sehat.

Ke-3,
 Bercinta Sesuai Aturan Syariat. Salah satu tujuan making love (bercinta) adalah untuk melahirkan keturunan. Dan proses kelahiran hanya terjadi manakala terjadi pembuahan sperma laki-laki dan perempuan dalam rahim. Karenanya, bercinta harus dilakukan dengan cara yang benar, yatitu melalui tempat yang semustinya, bukan melalui anus (dubur) maupun lisan (oral sex) – sebagaimana yang jamak dilakukan orang-orang yang memiliki kelainan seksual, serta orang yang tidak paham niali-nilai agama. Lain daripada itu, bersenggama tidak sesuai aturan sama halnya menafikan kehormatan wanita yang disetubuhinya. Dan cara seperti itu mustahil bisa melahirkan keturunan. Ajaran Islam memberi syarat, bahwa senggama harus ditempatkan pada tempat yang semustinya, yaitu vagina wanita, bukan melalui anus (dubur) atau mulut wanita (seks oral). Sebab percintaan yang dilampiaskan pada tempat selain vagina, mustahil dapat membuahkan keturunan. Oleh sebab itu, Allah Azza wa Jalla berfirman: Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki (QS. al-Baqarah/2: 223).

Ke-4
 Berhias Diri. Diantara syarat bercinta ialah masing-masing pasangan – suami istri – harus berhias diri untuk menyenangkan dan menggairahkan percintaan yang hendak dilakukan. Diantara cara berhias diri dalam bercinta adalah:
1. Mambagusi bagian tubuh, yang merupakan lima organ fitrah, sebagaimana dituturkan Rasulullah SAW: Lima hal yang termasuk fitrah (sesuci), yakni mencukur kumis, mencukur bulu ketiak, memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, dan khitan.
2. Menggunakan wewangian, yang paling utama adalah kasturi. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa tatkala seorang sahabat yang memberitahu Rasulullah SAW tentang adanya seorang wanita yang memerciki cincinnya dengan kasturi, Rasulullah SAW bersabda: Kasturi adalah sebaik-baik wewangian.
3. Memakai celak, dan jenis celak terbaik ialah yang terbuat dari bahan itsmid. Abdullah bin Abbas meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya sebaik-baik celak kalian adalah yang terbuat dari bahan itsmid. Ia dapat menajamkan penglihatan, serta menumbuhkan rambut. Al-Qur’an juga mengisyaratkan anjuran berhias diri bagi kaum wanita, sebagaimana firman-Nya: Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber-’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. (QS. al-Baqarah/2: 234) Sayyid Qutub dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa redaksi al-Qur’an membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut adalah bukti otentik, dibolehkannya bagi kaum wanita untuk berhias diri, hal mana yang demikian itu dilakukan dengan tujuan agar datang lelaki meminangnya.

Ke-5
Berdoa. Diantara etika seks dalam Islam ialah membaca doa sebelum melakukan persetubuhan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas dituturkan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Jika salah seorang diantara kalian hendak mencampuri istrinya, maka hendaknya sebelum senggama membaca doa: Bismillah, Allahumma jannibnaa asy-syaithan, wa jannib asy-syaithana ma ruziqnaa (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah jauhkanlah kami dari Setan. Dan jauhkan setan dari apa-apa yang Engkau karuniakan kepada kami (anak keturunan). Dengan memanjatkan doa, diharapkan anak yang lahir dari buah percintaan tidak goyah diperdaya setan, akan tetapi serta selalu dekat kepada Allah.

Ke-6
 Mencari tempat bercinta yang nyaman dan merahasiakan apa yang terjadi diantara suami istri pada waktu bercinta. Diantara syarat bercinta dalam Islam ialah mencari tempat yang nyaman dan merahasiakan apa yang terjadi pada saat bercinta, baik istri maupun suami, tidak diperkenankan menceritakan ‘geliat’ percintaan yang dilakukannya kepada orang lain.

Dalam sebuah hadis riwayat Abu Said Khudri, ia menuturkan, Rasulullah SAW bersabda: Selazimnya bagi kaum lelaki diantara kalian yang hendak memenuhi hajat biologisnya, mencari tempat yang nayaman, jauh dari hiruk pikuk keluarganya, dan menutup pintu rapat-rapat, serta mengenakan sehelai kain, barulah bercinta (bersetubuh). Kemudian apabila telah selesai bercinta, hendaknya tidak menceritakan hubungan badannya kepada orang lain. Selazimnya bagi kaum wanita diantara kalian, yang hendak memenuhi hajat biologis, mencari tempat yang nyaman, menutup pintu rapat-rapat, dan mengenakan sehelai kain untuk menutup tubuhnya. Dan jika selesai memuaskan dahaga cinta, hendaknya tidak menceritakan hubungan intimnya kepada yang lain. Salah seorang wanita berujar: Demi Allah, wahai utusan Allah, kebanyakan daripada kaum wanita menceritakan apa yang mereka alami saat senggama kepada yang lain, serta jamak melakukan percintaan di tempat terbuka. Rasulullah SAW berkata tegas. Janganlah kalian melakukan hal seperti itu – menceritakan sesuatu saat senggama dan bersetubuh di tempat terbuka, serta bertelanjang bulat. Sebab perbuatan seperti itu, sama persisnya dengan perbuatan setan pria bertemu dengan setan wanita di tengah jalan, lalu bersetubuh di tempat terbuka, setelah setan pria selesai melampiaskan dahaga seksnya, lantas meninggalkan si wanita begitu saja. Rasulullah SAW juga meyerukan untuk mengenakan kain saat bercinta, sebagaimana sabdanya: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla adalah maha lembut, maha malu, maha menutup diri. Dia mencintai rasa malu dan menutup aurat. Menutup aurat, tidak saja dalam ‘laku’ kehidupan di ruang publik, tetapi juga saat bercinta.

Ke-7
 Tidak bercinta saat melakukan iktikaf atau sedang dalam kondisi berihram. Orang yang sedang menjalankan iktikaf di masjid tidak boleh bersenggama, demikian pula orang yang sedang berihram, juga tidak boleh bercampur dengan pasangannya, sebagaimana diwartakan al-Qur’an: Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka jangnlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa (QS. al-Baqarah/2: 187). Usman bin Affan meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah SAW bertutur: Orang yang sedang melaksanakan ibadah Ihram tidak boleh bersenggama, maupun menikah atau melamar (HR Muslim). Dalam riwayat Turmudzi disebut dengan redaksi: Saat berihram dilarang bersetubuh.

Ke-8
tidak bercinta dengan istri yang sedang datang bulan (haid). Ajaran Islam melarang pasangan suami istri bercinta saat sang istri sedang datang bulan. Sebab haid adalah penyakit, dikhawatirkan bayi yang lahir dari buah senggama pada kondisi seperti itu akan tidak sempurna (cacat). Allah menjelaskan dalam al-Qur’an: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereke, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan meyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS. al-Baqarah/2: 222). Ajaran Islam juga melarang suami menggauli istrinya ketika dalam keadaan nifas – usai melahirkan. Alasannya jelas, bahwa bercinta dalam ajaran Islam adalah termasuk laku ibadah, karenanya harus dilakukan pada waktu kondisi baik.

Ke - 9
memperhatikan kondisi fisik. Waktu yang paling tepat untuk melakukan hubungan badan adalah saat kondisi fisik dalam keadaan fit (segar bugar), yakni pencernaan makanan lancar, tensi tubuh seimbang antara panas dan dingin, kondisi perut tidak kenyang dan tidak lapar. Sebab bersenggama dalam keadaan tubuh tidak fit, pencernaan makanan tidak lancar, tensi tubuh terlalu panas maupun terlalu dingin, perut terlalu lapar maupun kenyang, akan membuat hububgan badan kehilangan maknanya, dan tidak bisa dinikmati bahkan melahirkan madharat (mara bahaya). Bersenggama dalam keadaan perut lapar lebih berbahaya ketimbang perut dalam keadaan kenyang. Lain daripada itu, tidak akan bisa merengkuhi nikmat senggama, lebih-lebih memberi kepuasan seksual kepada pasangan hidup. Rasulullah SAW bersabda: Jika seseorang diantara kamu bersenggama dengan istrinya, hendaklah ia lakukan dengan penuh kesungguhan. Kemudian, kalau ia telah menyelesaikan kebutuhannya sebelum istri mendapatkan kepuasan, maka janganlah ia buru-buru mencabut (kemaluannya), sampai istrinya menemukan kepuasan (HR Abdul Razaq).

Senin, 22 Agustus 2011

Cara Melaksanakan Sholat Idul Fitri dan Idul Adha

Dalam Islam setiap amalan ibadah baik yang wajib maupun yang sunnah sudah ada contoh dari Rasulullah SAW, sehingga kita tidak perlu membuat kreasi atau memberikan penafsiran sendiri yang mungkin saja dapat keliru. Itulah indahnya Islam semuanya telah diatur dengan jelas. Berikut ini tata cara Shalat Id menurut Syaikh Ali bin Hasan Ali Abdul Hamid sebagai bahan kajian, semoga ada menfaatnya.
WAKTU PELAKSANAAN SHALAT ID Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari Berkata Ibnul Qayyim :“Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Idul Fithri dan menyegerakan shalat Idul Adha. Dan adalah Ibnu Umar -dengan kuatnya upaya dia untuk mengikuti sunnah Nabi- tidak keluar hingga matahari terbit” [Zadul Ma'ad 1/442] Shiddiq Hasan Khan menyatakan :Waktu shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah setelah tingginya matahari seukuran satu tombak sampai tergelincir. Dan terjadi ijma (kesepatakan) atas apa yang diambil faedah dari hadits-hadits, sekalipun tidak tegak hujjah dengan semisalnya. Adapun akhir waktunya adalah saat tergelincir matahari” [Al-Mau'idhah Al-Hasanah 43,44] Berkata Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi :Waktu shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dimulai dari naiknya matahari setinggi satu tombak sampai tergelincir. Yang paling utama, shalat Idul Adha dilakukan di awal waktu agar manusia dapat menyembelih hewan-hewan kurban mereka, sedangkan shalat Idul Fithri diakhirkan agar manusia dapat mengeluarkan zakat Fithri mereka” [Minhajul Muslim 278]Peringatan : Jika tidak diketahui hari Id kecuali pada akhir waktu maka shalat Id dikerjakan pada keesokan paginya. Abu Daud 1157, An-Nasa’i 3/180 dan Ibnu Majah 1653 telah meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Abu Umair bin Anas, dari paman-pamannya yang termasuk sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Mereka bersaksi bahwa mereka melihat hilal (bulan tanggal satu) kemarin, maka Nabi memerintahkan mereka untuk berbuka dan pergi ke mushalla mereka keesokan paginya”

SHALAT ID TANPA AZAN DAN IQAMAH
Dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata :“Artinya : Aku pernah shalat dua hari raya bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dari sekali dua kali, tanpa dikumandangkan azan dan tanpa iqamah” [Riwayat Muslim 887, Abu Daud 1148 dan Tirmidzi 532]Ibnu Abbas dan Jabir Radhiyallahu ‘anhum berkata :“Artinya : Tidak pernah dikumandangkan azan (untuk shalat Id -pent) pada hari Idul Fithri dan Idul Adha” [Riwayat Muslim 887, Abu Daud 1148 dan Tirmidzi 532]Berkata Ibnul Qayyim :“Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila tiba di mushalla (tanah lapang), beliau memulai shalat tanpa azan dan tanpa iqamah, dan tidak pula ucapan “Ash-Shalatu Jami’ah“. Yang sunnah semua itu tidak dilakukan. [Zaadul Ma'ad 1/442]Imam As-Shan’ani berkata dalam memberi komentar terhadap atsar-atsar dalam bab ini :“Ini merupakan dalil tidak disyariatkannya azan dan iqamah dalam shalat Id, karena (mengumandangkan) azan dan iqamah dalam shalat Id adalah bid’ah” [Zaadul Ma'ad 1/442]

TATA CARA SHALAT ID
Pertama : Jumlah raka’at shalat Id ada dua berdasaran riwayat Umar radhiyallahu ‘anhu. “Artinya : Shalat safar itu ada dua raka’at, shalat Idul Adha dua raka’at dan shalat Idul Fithri dua raka’at. dikerjakan dengan sempurna tanpa qashar berdasarkan sabda Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Dikeluarkan oleh Ahmad 1/370, An-Nasa'i 3/183, At-Thahawi dalam Syarhu Ma'anil Al Atsar 1/421 dan Al-Baihaqi 3/200 dan sanadnya Shahih]
Kedua : Rakaat pertama, seperti halnya semua shalat, dimulai dengan takbiratul ihram, selanjutnya bertakbir sebanyak tujuh kali. Sedangkan pada rakaat kedua bertakbir sebanyak lima kali, tidak termasuk takbir intiqal (takbir perpindahan dari satu gerakan ke gerakan lain,-pent) Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata :“Artinya : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir dalam shalat Idul Fithri dan Idul Adha, pada rakaat pertama sebanyak tujuh kali dan rakaat kedua lima kali, selain dua takbir ruku” [1]1 Berkata Imam Al-Baghawi :“Ini merupakan perkataan mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat dan orang setelah mereka, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir pada rakaat pertama shalat Id sebanyak tujuh kali selain takbir pembukaan, dan pada rakaat kedua sebanyak lima kali selain takbir ketika berdiri sebelum membaca (Al-Fatihah). Diriwayatkan yang demikian dari Abu Bakar, Umar, Ali, dan selainnya” [Ia menukilkan nama-nama yang berpendapat demikian, sebagaimana dalam " Syarhus Sunnah 4/309. Lihat 'Majmu' Fatawa Syaikhul Islam' 24/220,221]
Ketiga : Tidak ada yang shahih satu riwayatpun dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan mengucapkan takbir-takbir shalat Id[2] 2Akan tetapi Ibnul Qayyim berkata : “Ibnu Umar -dengan semangat ittiba’nya kepada Rasul- mengangkat kedua tangannya ketika mengucapkan setiap takbir” [Zadul Ma'ad 1/441] Aku katakan : Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam “Tamamul Minnah” hal 348 : “Mengangkat tangan ketika bertakbir dalam shalat Id diriwayatkan dari Umar dan putranya -Radhiyallahu anhuma-, tidaklah riwayat ini dapat dijadikan sebagai sunnah. Terlebih lagi riwayat Umar dan putranya di sini tidak shahih.Adapun dari Umar, Al-Baihaqi meriwayatkannya dengan sanad yang dlaif (lemah). Sedangkan riwayat dari putranya, belum aku dapatkan sekarang”Dalam ‘Ahkmul Janaiz’ hal 148, berkata Syaikh kami :“Siapa yang menganggap bahwasanya Ibnu Umar tidak mengerjakan hal itu kecuali dengan tauqif dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka silakan ia untuk mengangkat tangan ketika bertakbir”.
Keempat : Tidak shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam satu dzikir tertentu yang diucapkan di antara takbir-takbir Id. Akan tetapi ada atsar dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu [33] tentang hal ini. Ibnu Mas’ud berkata :“Artinya : Di antara tiap dua takbir diucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah Azza wa Jalla”Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah :“(Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) diam sejenak di antara dua takbir, namun tidak dihapal dari beliau dzikir tertentu yang dibaca di antara takbir-takbir tersebut”.Aku katakan : Apa yang telah aku katakan dalam masalah mengangkat kedua tangan bersama takbir, juga akan kukatakan dalam masalah ini.
Kelima : Apabila telah sempurna takbir, mulai membaca surat Al-Fatihah. Setelah itu membaca surat Qaf pada salah satu rakaat dan pada rakaat lain membaca surat Al-Qamar[44] Terkadang dalam dua rakaat itu beliau membaca surat Al-A’la dan surat Al-Ghasyiyah[5]5 Berkata Ibnul Qaooyim Rahimahullah :“Telah shahih dari beliau bacaan surat-surat ini, dan tidak shahih dari belaiu selain itu”[6]6
Keenam : (Setelah melakukan hal di atas) selebihnya sama seperti shalat-shalat biasa, tidak berbeda sedikitpun. [77]
Ketujuh : Siapa yang luput darinya (tidak mendapatkan) shalat Id berjama’ah, maka hendaklah ia shalat dua raka’at. Dalam hal ini berkata Imam Bukhari Rahimahullah dalam “Shahihnya” :“Bab : Apabila seseorang luput dari shalat Id hendaklah ia shalat dua raka’at” [Shahih Bukhari 1/134, 135]Al-Hafidzh Ibnu Hajar dalam “Fathul Bari” 2/550 berkata setelah menyebutkan tarjumah ini (judul bab yang diberi oleh Imam Bukhari di atas).Dalam tarjumah ini ada dua hukum :1. Disyariatkan menyusul shalat Id jika luput mengerjakan secara berjamaah, sama saja apakah dengan terpaksa atau pilihan.2. Shalat Id yang luput dikerjakan diganti dengan shalat dua raka’atBerkata Atha’ : “Apabila seseorang kehilangan shalat Id hendaknya ia shalat dua rakaat” [sama dengan di atas] Al-Allamah Waliullah Ad-Dahlawi menyatakan :“Ini adalah madzhabnya Syafi’i, yaitu jika seseorang tidak mendapati shalat Id bersama imam, maka hendaklah ia shalat dua rakat, sehingga ia mendapatkan keutamaan shalat Id sekalipun luput darinya keutamaan shalat berjamaah dengan imam”.Adapun menurut madzhab Hanafi, tidak ada qadla[88] untuk shalat Id. Kalau kehilangan shalat bersama imam, maka telah hilang sama sekali”[99]Berkata Imam Malik dalam ‘Al-Muwatha’ [10]10“Setiap yang shalat dua hari raya sendiri, baik laki-lai maupun perempuan, maka aku berpendapat agar ia bertakbir pada rakaat pertama tujuh kali sebelum membaca (Al-Fatihah) dan lima kali pada raka’at kedua sebelum membaca (Al-Fatihah)”Orang yang terlambat dari shalat Id, hendaklah ia melakukan shalat yang tata caranya seperti shalat Id. sebagaimana shalat-shalat lain [Al-Mughni 2/212]Kedelapan : Takbir (shalat Id) hukumnya sunnah, tidak batal shalat dengan meninggalkannya secara sengaja atau karena lupa tanpa ada perselisihan [1111] Namun orang yang meninggalkannya -tanpa diragukan lagi- berarti menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

HUTBAH SETELAH SHALAT ID Termasuk sunnah dalam khutbah Id adalah dilakukan setelah shalat. Dalam permasalahan ini Bukhari membuat bab dalam kitab ‘Shahih’nya [1] 1: “Bab Khutbah Setelah Shalat Id”.Ibnu Abbas berkata :“Artinya : Aku menghadiri shalat Id bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu ‘anhum. Semua mereka melakukan shalat sebelum khutbah” [Riwayat Bukhari 963, Muslim 884 dan Ahmad 1/331 dan 346]Ibnu Umar berkata :“Artinya : Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar menunaikan shalat Idul Fithri dan Idul Adha sebelum khutbah” [Riwayat Bukhari 963, Muslim 888, At-Tirmidzi 531, An-Nasa'i 3/183, Ibnu Majah 1276 dan Ahmad 2/12 dan 38]Waliullah Ad-Dahlawi menyatakan ketika mengomentari bab yang dibuat Bukhari di atas [22] :“Yakni : Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang diamalkan Al-Khulafaur Rasyidin adalah khutbah setelah shalat. Adapun perubahan yang terjadi -yang aku maksud adalah mendahulukan khutbah dari shalat dengan mengqiyaskan dengan shalat Jum’at- merupakan perbuatan bid’ah yang bersumber dari Marwan” [Dia adalah Marwan Ibnul Hakam bin Abil 'Ash, Khalifah dari Banni Umayyah wafat tahun 65H, biografinya dalam 'Tarikh Ath-Thabari 7/34]Berkata Imam Tirmidzi [3] 3:“Yang diamalkan dalam hal ini di sisi ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain mereka adalah shalat Idul Fithri dan Adha dikerjakan sebelum khutbah. orang pertama yang berkhutbah sebelum shalat adalah Marwan bin Al-Hakam” [Lihat kitab Al-Umm 1/235-236 oleh Imam ASy-Syafi'i Rahimahullah dan Aridlah Al-Ahwadzi 3/3-6 oleh Al-qadli Ibnul Arabi Al-Maliki] Abi Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Artinya : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar menuju mushalla pada hari Idul Fithri dan Adha. Maka yang pertama kali beliau lakukan adalah shalat. Kemudian beliau berpaling menghadap manusia sedangkan mereka dalam keadaan duduk di shaf-shaf mereka. Beliau lalu memberi pelajaran, wasiat dan perintah” [Dikeluarkan oleh Bukhari 956, Muslim 889, An-Nasa'i 3/187, Al-Baihaqi 3/280 dan Ahmad 3/36 dan 54] Khutbah Id sebagaimana khutbah-khutbah yang lain, dibuka dengan pujian dan sanjungan kepada Allah Yang Maha Mulia.Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah :“Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membuka semua khutbahnya dengan pujian untuk Allah. Tidak ada satu hadits pun yang dihafal (hadits shahih yang menyatakan) bahwa beliau membuka khutbah Idul Fitri dan Adha dengan takbir. Adapaun yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam ‘Sunan’nya[4] 4dari Sa’ad Al-Quradhi muadzin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau memperbanyak bacaan takbir dalam khutbah dua Id, hal itu tidaklah menunjukkan bahwa beliau membuka khutbahnya dengan takbir” [Zadul Ma'ad 1/447-448]Tidak ada yang shahih dalam sunnah bahwa khutbah Id dilakukan dua kali dengan dipisah antara keduanya dengan duduk.Riwayat yang ada tentang hal ini lemah sekali. Al-Bazzar meriwayatkan dalam “Musnad”nya (no. 53-Musnad Sa’ad) dari gurunya Abdullah bin Syabib dengan sanadnya dari Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah dengan dua khutbah dan beliau memisahkan di antara keduanya dengan duduk.Bukhari berkata tentang Abdullah bin Syabib : “Haditsnya mungkar” Maka khutbah Id itu tetap satu kali seperti asalnya.Menghadiri khutbah Id tidaklah wajib seperti menghadiri shalat, karena ada riwayat dari Abdullah bin Saib, ia berkata :“Artinya : Aku menghadiri Id bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika selesai shalat, beliau bersabda : ‘Sesungguhnya kami akan berkhutbah, barangsiapa yang ingin tetap duduk untuk mendengarkan maka duduklah dan siapa yang hendak pergi maka pergilah” [Diriwayatkan Abu Daud 1155, An-Nasa'i 3/185, Ibnu Majah 1290, dan Al-Hakim 1/295, dan isnadnya Shahih. Lihat Irwaul Ghalil 3.96-98]Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah [5] 5:



1Yakni waktu shalat sunnah, ketika telah lewat waktu diharamkannya shalat. lihat Fathul Bari 2/457 dan An-Nihayah 2/3312 Bukhari menyebutkan hadits ini secara muallaq dalam shahihnya 2/456 dan Abu Daud meriwayatkan secara bersambung 1135, Ibnu Majah 1317, Al-Hakim 1/295 dan Al-Baihaqi 3/282 dan sanadnya Shahih1 Riwayat Abu Daud 1150, Ibnu Majah 1280, Ahmad 6/70 dan Al-Baihaqi 3/287 dan sanadnya Shahih. Peringatan : Termasuk sunnah, takbir dilakukan sebelum membaca (Al-Fatihah). sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Abu Daud 1152, Ibnu Majah 1278 dan Ahmad 2/180 dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, kakeknya berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir dalam shalat Id tujuh kali pada rakaat pertama kemudian beliau membaca syrat, lalu bertakbir dan ruku’ , kemudian beliau sujud, lalu berdiri dan bertakbir lima kali, kemudian beliau membaca surat, takbir lalu ruku’, kemudian sujud”. Hadits ini hasan dengan pendukung-pendukungnya. Lihat Irwaul Ghalil 3/108-112. Yang menyelisihi ini tidaklah benar, sebagaimana diterangkan oleh Al-Alamah Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad 1/443,4442Lihat Irwaul Ghalil 3/112-1143 Diriwayatkan Al-Baihaqi 3/291 dengan sanad yang jayyid (bagus4 Diriwayatkan oleh Muslim 891, An-Nasa’i 8413, At-Tirmidzi 534 Ibnu Majah 1282 dari Abi Waqid Al-Laitsi radhiyallahu ‘ahu5 Diriwayatkan oleh Muslim 878, At-Tirmidzi 533 An-Nasa’i 3/184 Ibnu Majah 1281 dari Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu6 Zadul Ma’ad 1/443, lihat Majalah Al-Azhar 7/193. Sebagian ahli ilmu telah berbicara tentang sisi hikmah dibacanya surat-usrat ini, lihat ucapan mereka dalam ‘Syarhu Muslim” 6/182 dan Nailul Authar 3/2977 Untuk mengetahui hal itu disertai dalil-dalilnya lihat tulisan ustadz kami Al-Albani dalam kitabnya ‘Shifat Shalatun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kitab ini dicetak berkali-kali. Dan lihat risalahku ‘At-Tadzkirah fi shifat Wudhu wa Shalatin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, risalah ringkas.8 Tidak dinamakan ini qadla kecuali jika keluar dari waktu shala secara asal9 Syarhu Tarajum Abwabil Bukhari 80 dan lihat kitab Al-Majmu 5/27-2910Nomor : 592 -dengan riwayat Abi Mush’ab.11Al-Mughni 2/244 oleh Ibnu Qudamah1Kitabul Iedain, bab nomor 8. Lihat Fathul Bari 2/4532 Syrahu Tarajum Abwabil Bukhari 793 Dalam Sunan Tirmidzi 2/4114Dengan nomor 1287, dan diriwayatkan juga oleh Al-Hakim 3/607, Al-Baihaqi 3/299 dari Abdurrahman bin Sa’ad bin Ammar bin Sa’ad muadzin. Abdurrahman berkata : “Telah menceritakan kepadaku bapakku dari bapaknya dari kakeknya …” lalu ia menyebutkannya. Riwayat ini isnadnya lemah, karena Abdurrahman bin Sa’ad rawi yang dhaif, sedangkan bapak dan kakeknya adalah rawi yang majhul (tidak dikenal)5 Zadul Ma’ad 1/448(Dikutip dari Sifat Puasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Shifat shaum an Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, Bab “Malam Lailatul Qadar”. Penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid)

Jumat, 15 Juli 2011

Turunnya DAJJAL

... Ringkasan Buku ...


Judul asli : Qishshatu al Masiih ad Dajjal wa Nuzuuli 'Isa wa Qatlihi
Iyyaahu
Penulis : Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah
Edisi Indonesia : Kisah Dajjal dan Turunnya 'Isa 'alaihi salam untuk
Membunuhnya
Penerjemah : Beni Sarbeni
Penerbit : Pustaka Imam Asy Syafi'i
Cetakan : Pertama, Agustus 2005 M
Halaman : xviii + 188


Ini adalah sebuah buku yang ilmiah yang memuat kisah tentang Dajjal dan
turunnya Isa 'alaihi salam. Kemudian Isa 'alaihi salam akan membunuhnya di
daerah al Ludd, Palestina. Pada bagian mukaddimahnya, memuat latar belakang
Syaikh Albani menuliskan buku tersebut. Pada bagian kedua, memuat teks
hadits riwayat Abu Umamah secara terpotong - potong menjadi 49 paragrap,
kemudian haditsnya ditakhrij. Pada bagian ketiga memuat takhrij terhadap
kisah Dajjal tersebut per paragraf. Pada bagian keempat memuat daftar nama
perawi. Dan pada bagian kelima memuat kronologi kisah Al Masih Ad Dajjal dan
turunnya Isa alaihi salam serta terbunuhnya Dajjal oleh Isa berdasarkan
riwayat Abu Umamah dengan tambahan riwayat yang shahih dari shahabat lain.

Berikut saya kutipkan sebagian isi dari buku tersebut. Yaitu cara melindungi
diri dari fitnah Dajjal dan kronologi kisah Al Masih ad Dajjal dan turunnya
Isa alaihi salam. Karena panjangnya kronologi tersebut, maka tidak saya
kutip semuanya tetapi hanya sebagiannya saja. Footnote dalam buku tersebut
tidak saya tuliskan.



[CARA MELINDUNGI DIRI DARI FITNAH DAJJAL]
-----------------------------------------
1. Ia meminta perlindungan kepada Allah dari fitnahnya, memperbanyak doa
tersebut terutama ketika membaca tasyahhud akhir dalam shalatnya.
Sebab Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam pernah bersabda:

"Jika salah seorang diantara kalian telah menyelesaikan bacaan tasyahhud
akhirnya, hendaklah ia meminta perlindungan kepada Allah dari empat hal.
Hendaknya ia berkata : 'Ya Allah, aku memohon perlindungan pada Mu dari
siksa Neraka Jahannam, adzab kubur, fitnah (cobaan) hidup dan mati serta
dari keburukan fitnah al Masih ad Dajjal."

2. Hendaknya ia menghafal sepuluh ayat pertama surat al Kahfi. Sebab
Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam pernah bersabda :

"Barangsiapa menghafal sepuluh ayat pertama surat Al Kahfi, ia terlindungi
dari fitnah Dajjal." (HR. Muslim dan lainnya riwayat dari Abud Darda').

3. Hendaknya ia menjauh dari Dajjal dan tidak sengaja mendekatinya. Kecuali
jika ia yakin bahwa Dajjal tidak akan dapat mempengaruhinya karena ia sangat
tsiqah kepada Rabb-nya, juga karena ia telah mengetahui tanda tandanya
sebagaimana dijelaskan oleh Nabi shallallahu'alaihi wa sallam, sebab
Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam pernah bersabda:

"Barangsiapa mendengar tentang Dajjal, hendaknya ia berupaya menjauh
darinya, sebab -demi Allah- sesungguhnya ada seseorang yang mendekatinya
(Dajjal) sedang ia mengira bahwa Dajjal tersebut mukmin kemudian ia
mengikutinya karena faktor subhat yang ditimbulkan olehnya." (Dikeluarkan
oleh Imam Ahmad dan lainnya dari 'Imran bin Hushain).

4. Hendaknya ia berusaha bermukim di Makkah atau Madinah. Sebab keduanya
merupakan tempat mulia dan tidak akan dijamah oleh Dajjal. Sebab Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

"Dajjal akan muncul dan menginjakkan kakinya di muka bumi kecuali Makkah dan
Madinah. Ia akan datang ke Madinah, akan tetapi ia mendapati di setiap
sudutnya para Malaikat yang berbaris." (Dikeluarkan oleh Imam Al Bukhari dan
Muslim dan perawi lain dari Anas bin Malik).

Begitu pula masjid al Aqsha dan tanah Ath Thur sebagaimana tertera di
(paragraf 24).



[KRONOLOGI KISAH AL MASIH AD DAJJAL DAN TURUNNYA ISA ALAIHIS SALAM, SERTA
TERBUNUHNYA DAJJAL OLEH ISA ALAIHIS SALAM BERDASARKAN RIWAYAT ABU UMAMAH
DENGAN TAMBAHAN RIWAYAT YANG SHAHIH DARI SHAHABAT YANG LAIN]
----------------------------------------------------------------------------
---------------
1. Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya tidak ada fitnah di muka bumi
ini -semenjak Allah menciptakan keturunan Adam [dan tidak ada fitnah
sehingga hari kiamat tiba] - yang lebih besar dari fitnah Dajjal, [dan tidak
ada seorangpun yang selamat sebelum itu melainkan ia akan dapat selamat
darinya], dan sesungguhnya fitnah itu tidak dapat memberi madharat kepada
seorang muslim.)

2. (Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak mengutus seorang Nabi,
melainkan telah memperingatkan kaumnya [fitnah makhluk yang buta sebelah
matanya] Dajjal, [dan sesungguhnya aku telah memperingatkan kalian akan
fitnahnya].

....

6. Dan sungguh ia akan muncul [dari[bumi] belahan timur]. [Yang bernama
'Khurasan'], [Di tengah orang orang Yahudi Ashfahan], [wajah wajah mereka
seperti wajah orang orang Turki], (dari arah 'Khallah' yang terletak antara
Syam dan Iraq, kemudian ia membuat kerusakan ke arah kanan [dan membuat
kerusakan] ke arah kiri. Wahai hamba hamba Allah! Tetap teguhlah
[Diucapkannya tiga kali].

7. Sesungguhnya, aku akan menjelaskan sifat dari ciri ciri Dajjal dengan
penjelasan yang belum pernah disampaikan oleh seorang Nabi pun sebelumku.
(Di dalam hadits 'Ubadah, 'Sungguh aku telah bercerita banyak kepada kalian
tentang Dajjal, sampai sampai aku khawatir kalian tidak menyerap dan
mengertinya).

8. Di awal kemunculannya, ia berkata: "Aku Nabi, dan tidak ada Nabi
sesudahku."

9. Kemudian ia (Dajjal) memuji dirinya dengan mengatakan; "Aku adalah Rabb
kalian, dan (sabda Rasul) ingat, kalian tidak akan dapat melihat Rabb kalian
sehingga kalian mati.

....

13. Ia berkulit sawo matang dan berambut keriting, dan rambutnya kusut,
tidak rapi.

14. Di antara kedua matanya tertulis kata 'kafir', yang dapat dibaca oleh
[orang yang membenci perbuatannya, atau dapat dibaca] oleh setiap orang
mukmin yang mengerti baca tulis ataupun tidak.

....

22. [Ia akan muncul di [saat manusia berselisih pendapat dan berpecah belah]
(serta) saling dengki, (semangat) keagamaan lemah, hubungan antara satu
dengan lain memburuk, lalu Dajjal mendatangi setiap sumber air, kemudian
bumi dilipat untuknya sebagaimana dilipatnya pakaian dari bulu domba].

....

27. Tidaklah Dajjal mendatangi Makkah dan Madinah melalui jalan
perbukitannya melainkan akan dihadang para Malaikat dengan membawa pedang
yang terhunus.

28. Sesungguhnya, tiada suatu daerah / wilayah pun melainkan ancaman al
Masih (Dajjal) pasti sampai kepadanya, kecuali Madinah [saat itu, ia
memiliki tujuh pintu masuk], di setiap pintu jalan menujunya terdapat dua
Malaikat yang menjaganya dari ancaman Dajjal.

....

32. [Kemudian para Malaikat menghadapkan wajah Dajjal tersebut kearah Syam,
untuk kemudian mengepung sekelompok kaum muslimin], [kaum mukmin saat itu
menghadapi situasi sangat berat dan sulit], [seluruh manusia berlari
menjauhi Dajjal ke arah pegunungan]. Ummu Syarik binti Abi al 'Akr berkata:
"Wahai Rasulullah! Di manakah orang orang Arab pada saat itu?" Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam menjawab : "Saat itu mereka berjumlah sedikit."

33. Pemimpin mereka -saat itu- seorang lelaki shalih. [Nabi
shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Imam Mahdi di kalangan kami termasuk
ahlul bait, [dari keturunan Fatimah], Allah mempersiapkannya untuk menjadi
imam hanya dalam waktu satu malam], [namanya persis dengan namaku (Muhammad)
dan nama bapaknya sama dengan nama bapakku], [dahinya terlihat lebar jernih
dan hidungnya mancung], [dia memenuhi bumi dengan keadilan dan kebaikan,
sebagaimana kejahatan dan kezhaliman telah memenuhinya], [ia menjadi
pemimpin selama tujuh tahun]. .....

34. [Ketika imam mereka telah maju untuk memimpin shalat subuh, tiba tiba
turunlah di tengah tengah mereka [dari langit] Isa bin Maryam], [yaitu di
dekat menara putih di arah sebelah timur Damaskus, dengan mengenakan dua
pakaian, sambil meletakkan kedua telapak tangannya di atas sayap sayap dua
Malaikat. Apabila dia menundukkan kepalanya, maka meneteslah air, dan
bilamana ia mengangkatnya kembali maka berjatuhanlah mutiara mutiara, maka
tidak seorang kafir pun yang mendapatkan bau nafasnya, kecuali akan mati,
sedang nafasnya dapat menjangkau sejauh mata memandang].

....

36. Kemudian imam tersebut melangkah mundur untuk menyilahkan agar 'Isa
maju, [ia berkata: "Kemarilah, jadilah engkau imam kami], kemudian 'Isa
meletakkan tangannya di antara kedua pundaknya, kemudian berkata kepadanya:
["Tidak, sesungguhnya sebagian kalian adalah pemimpin/imam bagi yang
lainnya; sebagai bentuk penghormatan Allah kepada ummat ini], maka majulah
dan jadilah imam mereka. Kemudian imam tersebut shalat bersama mereka.

37. [Kemudian Dajjal mendatangi pengunungan (Iliya'), lalu mengepung
sekelompok kaum muslimin], [kemudian berkatalah orang orang yang menjadi
pemimpin mereka kepada mereka; 'Tiada gunanya kalian menunggu orang yang
sangat zhalim ini [melainkan] kalian harus memeranginya sehingga kalian
(terbunuh) dan bertemu Allah, atau Allah memenangkan kalian. Maka kemudian
mereka bermusyawarah untuk membunuhnya ketika sudah masuk waktu subuh/pagi].

38. [Ketika mereka sedang mempersiapkan peperangan dan mengatur barisan;
tiba tiba shalat didirikan] [shalat shubuh], [mereka memasuki waktu shubuh
bersama 'Isa bin Maryam], [kemudian ia memimpin shalat mereka. Ketika ia
bangun dari ruku'nya, ia membaca "Sami'allaahu Liman Hamidahu, Qatalallaahu
al Masiiha ad Dajjaala wa Dhahara al Muslimuuna (Semoga Allah mendengar
orang orang yang memuji Nya, dan semoga Allah membunuh Dajjal dan semoga
kaum muslimin menang)." Ketika Isa sudah selesai shalat, ia berkata:
"Bukalah pintu." Kemudian pintu dibuka. Tiba tiba dibelakang pintu ada
Dajjal yang disertai oleh tujuh puluh ribu orang Yahudi, yang setiap dari
mereka membawa pedang yang dihiasi dan jubah tebal [kemudian Isa meminta
pedang tersebut].

39. ([Kemudian Isa pergi dengan membawa tombaknya ke arah Dajjal], ketika
Dajjal melihat Isa, tiba tiba ia lemah lunglai sebagaimana garam laut di
dalam air, [sekiranya Isa membiarkannya, niscaya Dajjal akan menjadi lemah
lunglai dan akhirnya akan binasa, akan tetapi Allah membunuhnya dengan
perantara tangan Isa. Maka Allah kemudian menampakkan darah Dajjal di tombak
Isa]. Isa mendapati Dajjal di dekat pintu 'al Ludd' di bagian timur kemudian
membunuhnya, [kemudian Allah membinasakannya di 'Aqabah Afiq']).

40. Kemudian Allah membinasakan orang orang Yahudi, [dan menjadikan kaum
muslimin dapat menguasai mereka], [dan mereka membunuhi kaum Yahudi], maka
tiada sesuatu pun yang dapat dijadikan tempat sembunyi oleh kaum Yahudi dari
makhluk Allah, melainkan Allah memberikan kemampuan berbicara padanya, baik
batu, pohon, dinding, dan binatang melata -kecuali pohon Gharqad, karena ia
adalah pohon mereka yang tidak mau berbicara- semuanya akan berucap: "Hai
hamba Allah yang muslim! ini ada orang Yahudi [di belakangku], kemarilah dan
bunuhlah ia!).

41. Kemudian sesudah kematian Dajjal, manusia hidup selama tujuh tahun, yang
mana diantara dua orang tidak lagi ada permusuhan].

....

44. Bisa (racun) dicabut dari setiap binatang berbisa (beracun), [aman dan
tentram merata di seluruh pelosok bumi, sehingga singa singa dapat hidup
bersama dengan unta, harimau dengan sapi, serigala dengan kambing, dan anak
anak bermain main menggunakan ular, namun tidak membahayakannya], ....

45. Kemudian Isa tinggal di muka bumi selama empat puluh tahun, kemudian
meninggal dan dishalatkan oleh kaum muslimin.

46. [Ketika mereka dalam kondisi demikian; kemudian Allah Subhanahu wa
Ta'ala menghembuskan angin (yang dingin dari negeri Syam], lalu angin
tersebut menerpa di bawah ketiak ketiak. Mereka, kemudian mencabut nyawa
setiap orang mukmin dan muslim (sedang menurut hadits Ibnu 'Amar berbunyi:
'Tiada seorang yang mana di dalam hatinya terdapat iman, melainkan nyawanya
akan tercabut oleh hembusan angin tersebut, sampai pun sekiranya orang
tersebut berada di dalam lekuk lekuk gunung, angin tersebut akan masuk dan
menerpanya], sesudah itu yang tersisa hanyalah orang orang jahat [seperti
burung burung yang bodoh, hewan hewan buas yang bermimpi, mereka tidak
mengenal yang ma'ruf, dan tidak mengingkari yang munkar. Nabi melanjutkan
sabdanya, 'kemudian syaitan muncul di hadapan mereka dalam wujud manusia
seraya berkata: "Apaka kalian menyambut seruanku? Syaitan tersebut lalu
menyuruh mereka agar menyembah berhala berhala. Pada masa itu, rizki mereka
membaik dan kehidupan mereka juga begitu adanya], mereka banyak melakukan
persetubuhan (zina) sebagaimana keledai melakukannya. Dan dalam kondisi
demikianlah hari kiamat terjadi dihadapan mereka.

47. [Kemudian sangkakala ditiupkan, dan tiada seseorang yang mendengarkannya
melainkan terkadang mendengarkan dengan seksama dan terkadang berusaha
menghindarinya. Orang yang kali pertama mendengarnya adalah seorang laki
laki yang sedang memplester (menyemen) kolam air minum untuk untanya. Demi
mendengar itu serta merta ia pingsan (mati), selanjutnya seluruh manusiapun
pingsan (mati)].
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala mengirim -atau (versi yang lain)
menurunkan hujan gerimis atau hujan di awal musim penghujan (adanya kata
'atau' adalah keragu-raguan dari perawi), yang dengan hujan tersebut
tumbuhlah jasad jasad manusia, sebagaimana firman Nya:

"...Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba tiba mereka
berdiri menunggu (putusannya masing masing)." (QS. Az Zumar: 68).

Kemudian dikatakan: "Wahai sekalian manusia, pergilah menuju Rabb kalian.

"Dan tahanlah mereka (di tempat pemberhentiannya) karena sesungguhnya mereka
akan ditanya." (QS. Ash Shaaffaat: 24).

Kemudian dikatakan: "Keluarkanlah utusan dari Neraka." Dikatakan pula: 'Dari
setiap berapa?' Maka dikatakan, 'Dari setiap seribu sembilan ratus sembilan
puluh sembilan.' Dan itulah yang dimaksud dengan hari:

"...Hari yang menjadikan anak anak beruban." (QS. Al Muzzammil: 17).

Dan itu pulalah yang dimaksud:

"Pada hari betis disingkapkan ..." (QS. Al Qalam: 42).



[PERSONAL VIEW]
---------------
Ada suatu nilai tersendiri dari karya-karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al
Albani. Terutama pada bagian mukaddimahnya yang memuat bantahan beliau
terhadap pandangan para ulama dan yang lain yang bersebrangan dengan beliau.
Dari situ insya Allah kita bisa belajar banyak tentang keilmiahan dalam
berargumentasi. Alhamdulillah saya selalu antusias untuk membaca
mukaddimahnya pada setiap buku yang dituliskan oleh beliau.

Dari buku ini kita bisa mengetahui bahwa hadits hadits tentang turunnya 'Isa
alaihissalam dari langit dan kemunculan Dajjal adalah mutawatir, sebagaimana
dikatakan oleh Syaikh di halaman 28.
Dari buku ini kita bisa mengetahui bahwa Dajjal bukanlah suatu simbol,
tetapi memang sosok seseorang tertentu sebagaimana dikatakan Al Qadhi 'Iyadh
di hal. 15.

Semoga ringkasan buku ini bermanfaat buat kaum muslimin. Amiin.

Senin, 11 Juli 2011

Abu Nawas dan Nazar Seorang Saudagar

Hai istriku sebaiknya kita bernazar kepada Allah”, kata seorang saudagar kepada istrinya, “Jika kita diberi anak laki-laki, aku akan memotong kambing yang besar dan lebar tanduknya sejengkal, kemudian dagingnya kita sedekahkan kepada fakir miskin.”

Rupanya sang saudagar tersebut sudah sangat merindukan lahirnya seorang anak, karena telah bertahun-tahun berumah tangga tidak kunjung diberi momongan oleh Tuhan. Kemudian ia menyuruh beberapa orang untuk mencari kambing besar bertanduk selebar jengkal, dengan pesan, “Beli saja kambing itu berapapun harganya, tidak usah ditawar lagi.”

Ternyata usaha itu gagal total. Sulit memperoleh kambing dengan lebar tanduk sejengkal, yang ada paling-paling selebar tiga-empat jari. Akibatnya saudagar itu susah, tidurpun tidak nyenyak. Terpilir olehnya untuk mengganti nazarnya itu dengan sepuluh ekor kambing sekaligus. Yang penting kan kambing, bukan binatang lain. Namun rencana itu akan dikonsultasikan dulu dengan beberapa orang penghulu di negeri itu.

Ketika sampai di rumah seorang penghulu ternyata rumah itu sedang digunakan sebagai tempat pertemuan para penghulu seluruh negeri. “Apa maksud kedatangan adan kemari?” tanya penghulu yang tertua.

Ya tuan Kadi.” Jawab si saudagar itu. “Hamba mempunyai nazar yang sulit dipecahkan,” lalu diutarakan kendala yang dihadapi dan rencana penggantiannya.
Tanduk Kambing

Tanduk Kambing

Ternyata para Kadi itu tidak berani memberikan rekomendasi untuk mengganti nazar. Mereka bahkan menyuruh saudagar itu untuk terus mencari kambing bertanduk sejengkal dimanapun dan kemana pun, sesuai dengan nazar semula. “Kami semua tidak berani menyuruh menggantinya dengan yang lain-lain.”

Kenyataan itu semakin bertambah berat beban saudagar itu. Ia pun mohon diri pulang ke rumah. Pada suatu hari ia mendapat kabar, bahwa di Negeri Baghdad ada seorang Raja yang adil, arif dan bijaksana. Namanya Sultan Harun Al-Rasyid. Maka ia pun pasang niat menghadap Sultan ke Bagdad. Sesampai disana kebetulan baginda sedang duduk di Balairung bersama beberapa orang menteri.

“Hai orang muda, engkau berasal dari mana?” tanya baginda setelah melihat kedatangan saudagar muda ini.

“Ya Tuanku Syah Alam,” jawab Saudagar muda. “Ampun beribu ampun, adapun patik ini berasal dari Negeri Kopiah.”

“Apa maksudmu datang kemari, ingin berdagang,” tanya baginda Sultan.

“Ya tuanku, patik datang kemari ingin mengadukan nasib hamba ke bawah duli yang dipertuan,” jawab si saudagar.

“Katakan maksudmu, supaya bisa kudengar,” titah baginda Sultan. Maka diceritakanlah perihal nazar itu sampai kepada keputusan para penghulu negeri kopiah dan niatnya menemui baginda Sultan di Bagdad. “Selanjutnya hamba mohon petuah dan nasehat Baginda agar hamba dapat melepas nazar hamba itu dengan sempurna,” tutur saudagar itu dengan nada menghiba.

“Baikah,” kata Baginda, “Datanglah besok pagi, Insya Allah aku dapat memberi jalan keluar.”

Saudagar itu pun mohon pamit dengan hati berbunga-bunga kembali ketempat penginapannya.

Alkisah, Sultan pun bingung memikirkan nazar Saudagar itu, sepanjang siang dan malam ia tidak dapat memicingkan matanya, dengan apa nazar itu akan di bayar bila kambing bertanduk sejengkal tidak di dapat juga. Diganti dengan yang lain, haram hukumnya. Malam harinya beliau mengumpulkan para Kadi, dan alim ulama di istananya. Kepada mereka beliau menyatakan keresahan hatinya sehubungan dengan nazar saudagar dari kopiah itu. “Tolong berikan pertimbangan kepadaku malam ini juga karena aku sudah terlanjur berjanji kepadanya untuk menerimanya menghadap esok pagi.” Titah Baginda Sultan. “Atau aku akan mendapat malu besar.”

Suasana balairung pun hening, sunyi senyap berkepanjangan. Mereka termenung dan terpekur memikirkan titah Sultannya. Namun tidak juga ditemukan jalan keluarnya.

“Ya Tuanku Syah Alam,” kata salah seorang yang tertua di antara mereka. “Tidak ada hukumnya, baik menurut kitab maupun logika, bahwa nazar itu boleh diganti dengan barang lain,” setelah itu satu persatu mereka mohon diri meninggalkan balairung dan pertemuan pun bubar.

Baginda lalu masuk istana, mau tidur, tetapi mata itu tidak mau diajak kompromi, karena otak masih terfokus pada masalah nazar dan malu besar yang akan dihadapinya esok pagi. Menjelang subuh baginda pun teringat kepada Abu Nawas. Tidak ada manusia yang dapat memutuskan hal ini selain Abu Nawas,” pikir Baginda dengan suka cita. Setelah itu barulah baginda dapat memicingkan matanya, tidur pulas sampai pagi.

Begitu bangun, diutuslah penggawa memanggil Abu Nawas. Setelah Abu Nawas tiba dihadapannya, baginda pun mengutarakan perihal nazar saudagar dari negeri Kopiah itu dan semua usaha yang sudah ditempuhnya serta malu besar yang akan didapatnya sebentar lagi, karena para Kadi, dan orang alim seluruh negeri, tidak dapat memberi jalan keluar. Apalagi sebentar lagi saudagar dari kopiah itu akan menghadap ke Istana. “Apa pendapatmu tentang hal itu?” tanya baginda sultan dengan sorot mata ingin tahu jawaban Abu Nawas.

“Ya tuanku Syah Alam,” jawab Abu Nawas ringan. “Janganlah tuanku bersusah hati, jika tuanku percaya Insya Allah hamba dapat menyelesaikan perkara ini.”

Tak berapa lama kemudian balairung pun dipenuhi orang-orang yang ingin tahu keputusan Baginda Sultan tentang nazar saudagar dari negeri kopiah itu. Baginda memanggil saudagar tersebut dan memerintahkan Abu Nawas memecahkan masalah itu. “Hai saudagar, bawalah kemari anakmu, dan seekor kambing yang besar badannya,” kata Abu Nawas.

Mendengar perkataan Abu Nawas itu semua orang terheran-heran, termasuk Baginda Sultan dan si saudagar itu. “Apa maksud Abu Nawas kali ini?” pikir mereka.

Si saudagar itu menyatakan kesediaaannya membawa anak dan seekor kambing paling besar serta mohon pamit pulang ke negeri kopiah. Baginda Sultan masuk Istana, melanjutkan tidurnya, dan pertemuan pagi itu pun bubar.

Sesuai dengan janjinya, saudagar itu pun datang kembali ke Bagdad beberapa hari kemudian. Ia membawa istri, anak dan seekor kambing, langsung menghadap Sultan di Istana.

“Datang juga engkau kemari, hai saudagar,” kata Baginda Sultan. “Tunggulah sebentar, akan aku kumpulkan penghulu dan rakyat,” kemudian Baginda menyuruh memanggil Abu Nawas.

Akan halnya Abu Nawas, ketika mengetahui di jemput ke Istana, ia pura-pura sakit. Baginda Sultan yang diberi tahu hal itu memaksa agar Abu Nawas di bawa dengan kereta Kerajaan. Maka berangkatlah Abu Nawas ke Istana dengan mengendarai kereta kencana yang ditarik dua ekor kuda.

“Mengapa kamu terlambat datang kemari?” tanya Baginda Sultan.

“Ya tuanku, patik terlambat datang karena patik sakit kaki,” jawab Abu Nawas.

“Hai Abu Nawas…” kata Sultan. “Saat ini telah datang kemari saudagar itu bersama istri, anak dan seekor kambing yang besar badannya. Coba selesaikan masalah ini dengan baik.”

“Baiklah,” kata Abu Nawas, “Akan hamba selesaikan masalah ini.” Bukan main senang hati Baginda mendengar jawaban itu.

Abu Nawas menarik kambing dan anak saudagar itu. Jari tangan kiri anak tersebut dijengkalkan ke tanduk kambing dan ternyata sama panjangnya. Baginda Sultan dan seluruh yang hadir di balairung heran memikirkan ulah Abu Nawas.

“Ya tuanku, hamba mohon ampun,” kata Abu Nawas. “Jika hamba tidak salah ingat, saudagar itu mengatakan bahwa lebar tanduk kambing itu sejengkal. Karena yang dinazarkan anak ini, jari anak inilah yang hamba jengkalkan ke tanduk kambing itu, dan ternyata pas benar. Jadi kambing ini boleh disembelih untuk membayar nazar. Itulah pendapat hamba. Jika salah, hamba serahkan keputusannya kepada Baginda dan semua orang yang hadir disini.”

“Pendapat Abu Nawas aku kira benar,” kata Baginda Sultan. Dengan sangat meyakinkan.

Bukan main senang hati saudagar itu karena ia dapat membayar lunas nazarnya. Maka diberikanlah hadiah kepada Abu Nawas berupa uang seratur dirham, kemudian ia mohon pamit kepada Sultan, pulang ke negerinya.

Berlangganan

ayo berlangganan FREE atikel dari islami qolbu ke web anda :
copy-paste code ini :

versi tampilan daftar isi

versi Tampilan Animasi/Dinamis

Tampilannya Seperti Ini :

ISLAMI QOLBU

↑ Grab this Headline Animator

Kunjungi juga

Jago Bangkok Juara.. Here


Google

Sweety Moment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More